CERPEN : Ribert dan Penyakit Tidur Anehnya

by Iman Tumorang , at 1:12 PM , have 0 comments


Ribert dan Penyakit Tidur Anehnya
By : Rahmat S
            Aku punya seorang sahabat. Namanya Ribert. Dia memiliki penyakit tidur yang aneh. Setiap malam ia pergi ke dapur mengambil parang, masuk ke dalam kebun dan menebang pohon-pohon di sekitar kebun. Kemudian dia lempar parang itu entah kemana, dia pun tidur kembali. Begitu ia bangun, dia kaget sekali melihat pohon di kebunnya pada bertumbangan. Dia marah ke seluruh orang di rumah. Kemarahannya semakin menjadi-jadi ketika anggota keluarga mengatakan bahwa ia yang melakukan. Setelah orang-orang meyakinkannya barulah ia yakin. Dia melihat kakinya berlepotan lumpur dan ada daun-daun yang lengket di tubuhnya. Begitulah kejadiannya, penyakit aneh yang menyerang sahabatku. Penyakit apa itu, aku sendiri pun tak tahu. Tapi untuk menunjukkan rasa persahabatanku, kucoba memberi saran padanya tuk pergi konsultasi ke psikiater atau barang kali pergi ke dukun yang bisa mengusir roh jahat yang masuk ke dalam tubuh orang tidur. Sebab, aku pernah mencoba menakutinya. Kukatakan,”Bagaimana jika loe tiba-tiba bangun dan mengambil parang panjang lalu membabat seluruh anggota keluargamu? Sungguh mengerikan. Loe bisa masuk penjara atau bahkan mungkin dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa. Orang lain pasti berpikir kalau loe itu udah gila.”
            Dia bilang itu terjadi jika ia makan ayam. Sate ayam, ayam goreng, ayam panggang atau apapun yang berhubungan dengan ayam.
            “Kalau gue makan ayam goreng, gue bisa menebang lima batang pohon. Jika ayam panggang delapan pohon, tapi jika sate ayam…Bisa selusin pohon!”
            “Waduuh loe gila ya? Masak bisa sampai begitu? Kalau begitu lebih baik loe jangan makan apapun yang berhubungan dengan ayam.”
            “Mana bisa? Itukan makanan kesukaan gue. Loe kan juga tau itu?”
            “Oh iya ya. Jadi loe mau melakukan saran gue?”
            “ Akan gue coba. Semoga saja berhasil.”
            “Gue pasti ngedukung loe.”
            “Thanks ya..”
            Seminggu kemudian, dia bercerita lagi kalau dia baru saja menebang pohon mangga Sukarjo, tetangganya yang mudah marah. Sebab semua pohon yang ada di rumahnya sudah habis ditebang. Saat itu pukul 02.45. Sukarjo belum tidur karena menonton siaran langsung Champions League antara Real Madrid melawan Borrusia Dortmund, dua klub elit Eropa. Jo mendengar suara pohon yang tumbang. Dia langsung keluar rumah. Ternyata pohon mangganya sudah rubuh, rata dengan tanah. Walaupun tahu penyakit Ribert, Jo tetap saja tidak terima karena pohon itu sedang berbuah.
            “Dasar Ribert kurang ajar. Seenaknya saja menebang pohon milik orang. Semoga aja loe mampus ditimpa pohon yang loe tebang.” Karjo melempar sandal yang saat itu ia pakai kearah Ribert. Lemparannya tepat mengenai kepala Ribert. Ribert sadar.
            “Gue dimana nih? Ini kan rumah Karjo, si pemarah. Waduh itu dia, lebih baik gue cepat kabur ahh. Karjo sorry ya! Pohon loe jadi korban. Hahahaha…”
            “Ribert kampret. Awas loe ya! Nih rasain sandal gue yang satu lagi”
            “ Gak kenak. Blekkk…”
            Aku tertawa mendengar ceritanya. Lalu kutanya apakah  dia sudah pergi konsultasi ke psikiater atau ke dukun. Dia bilang sudah, tapi tidak ada hasilnya. Uangnya saja yang keluar terus, tetapi pohon-pohon tetap saja tumbang ditebangnya.
            Aku sudah pusing mendengar ceritanya. Akhirnya kuberi saran aneh padanya yang aku sendiri tidak yakin akan berhasil.
            “Kalau begitu loe coba aja konsultasi ke Bapak Suparman. Diakan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gue liat-liat penyakit loe ini mirip penyakit yang merusakkan kelestarian alam dan merusak lingkungan hidup. Mudah-mudahan aja dia punya cara untuk ngobati penyakit loe.”
            “Loe memang sahabat terbaik buat gue. Walaupun saran loe agak sedikit aneh, tapi gue akan tetap mencobanya.”sambil menepuk pundakku.
            “Dasar Ribert…”
            Itulah terakhir kali percakapan kami. Karena esok harinya ia pergi ke Lombok, mengunjungi keluarganya yang sakit. Dia bilang cuma seminggu, namun sudah sebulan berlalu ia tak kunjung pulang. Kabar darinya pun tak ada. Kupikir mungkin dia sudah meninggal tertimpa pohon yang ia tebang, atau malah dibacok tetangga yang sudah tidak tahan lagi terhadap penyakit anehnya seperti si Sukarjo. Biarkan sajalah.
            Kini sudah lima tahun berlalu. Tak disangka-sangka kami pun berjumpa lagi. Saat itu aku mau pergi ke Bandung hendak naik pesawat di bandara. Kulihat Ribert turun dari pesawat. Dia telah banyak berubah. Badannya yang dulu kurus kini sudah gemuk. Mukanya mulus dan tidak berjerawat lagi. Kulitnya yang dulu hitam kini tidak sehitam yang dulu lagi. Sudah tampak lebih cerah. Aku sampai pangling melihatnya. Cepat-cepat kucegat langkahnya.
            “Ribert? Ini benar loe kan?”
            “Rahm? Ya, ini gue Ribert sahabat loe. Lama gak ketemu sob” Ribert memelukku dengan erat.
            “Saatnya gue bilang wow nih… Wow!! Loe udah banyak berubah. Gue pikir loe udah mati ditimpa pohon yang loe tebang. Hahahaha…”
            “Gak segitunya kale. Ya, memang gue sekarang udah berubah. Gue udah jadi orang kaya. Mobil dan rumah gue banyak. Harta gue melimpah.”
            “Gimana bisa? Masak loe gak kabari gue? Wahh, loe parah sob.”
            “Sorry ya, waktu itu hape gue hilang. Jadi semua nomor pun hilang. Ingat gak saran loe  yang nyuruh gue tuk konsultasi ke Bapak Suparjo? Eh salah, maksud gue Bapak Suparman.”
            Of course, and then?”
            “Dia bilang kalau penyakit gue ini tidak perlu diobati, tapi perlu penyaluran.”
            What do you mean? I don’t understand.”
            “Dia menyuruh gue pergi ke instansi yang ngurus soal penebangan hutan. Gue turuti. Sekarang gue udah jadi pemimpin sebuah perusahaan penebangan pohon. Letaknya di Pontianak. Coba loe bayangin, berapa juta hektar hutan yang menunggu tuk gue tebang? Itu semua karena nasihat loe, Rahm.”
            “Kalo gitu loe harus beri gue hadiah.”
            “Apa yang loe minta?”
            “Satu mobil Lamborghini, Lamborghini Reventon tepatnya. Hahahaha…Gue bercanda kok ”   
            “Gak apa-apa kok. Itu tak masalah bagiku. Gue akan berikan sama loe. Nilai persahabatan kita lebih besar dari itu.”
            “Ciusss? Mi apa? Loe gak bercanda kan?”
            “Ya ealah, gue ciusss. Alamat loe masih di tempat yang dulu?”
            “Ya, gue gak pernah bisa pergi dari tempat itu.”
            “Loe tunggu ajalah,oke?”
            “Oke. Makasih ya sob..”
            Nevermind. Cuma itu aja kok. Hahahaha…”
            Sebulan kemudian ada kiriman satu Lamborghini Reventon ke rumahku. Aku tidak menduga sama sekali kedatangan mobil idamanku itu. Aku sangat  senang mendapat sebuah mobil sport yang bisa dibilang sangat mahal. Harganya saja mencapai enam miliar. Setelah selesai mengurus semua surat-surat mobil, aku membawa mobil itu mengelilingi kota Jakarta. Tak kusangka, saran aneh yang kuberi pada sahabatku menjadikan aku dan Ribert sama-sama bahagia. Dia dengan penyakitnya dan aku dengan mobil Reventon idamanku.             
                         
           
             
                   
                           
CERPEN : Ribert dan Penyakit Tidur Anehnya
CERPEN : Ribert dan Penyakit Tidur Anehnya - written by Iman Tumorang , published at 1:12 PM, categorized as Education , Story (Cerpen) . And have 0 comments
No comment Add a comment
Cancel Reply
GetID
Theme designed by Damzaky - Published by Proyek-Template
Powered by Blogger