HITAM PUTIH DUNIA
“Aku tidak pernah tahu apa yang membuat ku hidup sampai hari ini. Aku tidak tahu apa yang membuatku mampu tersenyum hari ini. Semua yang telah berlalu tentang sedih luka dalam yang ku terima telah menjadikan ku orang yang kuat. Aku tidak pernah tahu apa yang membuatku bisa tertawa bahagia sementara air mata ini mengalir.
Tapi satu hal ku tahu ini hari paling indah yang pernah ada
dalam hidupku. Teman ku sahabatku, mereka adalah malaikat yang datang untuk
memberiku harapan hingga aku bisa seperti ini.
Sahabat selalu ada untukku.”
Terkadang
cobaan datang tanpa kompromi. Dia datang saat kita rentan. Saat kita lemah.
Untuk mampu bertahan terkadang sabar saja tidak cukup. Butuh pengorbanan dan
pilu yang dalam. Cobaan banyak ragamnya. Jika kita tidak mampu menghadapinya,
maka kita akan hanyut ditelan dan jatuh kedalam jurang kematian yang dalam.
Setiap sesal dan tangis tak akan berguna
saat kita telah melangkah, karena sesal dan tangis hanyalah pelengkap dan
penyempurna jalan cerita. Maju dan tegar adalah jalan pasti menuju bahagia.
Seperti
biasa, pagi ini rumah kami dilanda kesibukan. Ayah bersiap-siap pergi untuk
bekerja sebagai sopir angkot. Ibu sibuk menyiapkan makanan untuk serapan pagi.
Sementara aku dengan adikku. Kami sibuk bersama untuk memulai hari dengan
semangat yang ada. Terlebihnya bagiku ini adalah hari pertamaku SMA. Sudah
tidak sabar dengan sekolah baru,teman baru,guru baru, kelas baru, dan tentu
saja wanita.
Setelah
bersiap-siap aku pun pamit pada ibu, sementara ayah telah berangkat sejak tadi
untuk berburu penumpang. Ku pacu sepeda bututku menuju sekolah ku yang baru.
Semangat, senang dan bahagiasemu bercampur disertai dengan rasa gugupku.
Pertama
kali memasuki gerbang SMAN 1 Sidikalang, aku agak gugup, ku cari teman satu smp
ku tapi tak satupun dapat ku temukan. Sedikit ling-lung. Ku baca daftar gugus
yang ada. Dan kami akan di ospek oleh kakak kelas senior. Ku cari namaku, dan
ku lihat siapa yang menjadi teman satu gugus dengan ku, dengan harapan ada
seorang saja ku kenal. Tapi hasilnya negatif, tak ada satupun diantara mereka
yang ku kenal. Tapi mataku tertuju pada 2 nama unik dan aneh “Hati Suci” serta
“Ponselwan”. Tapi setelah ku mengenal mereka nantinya, mereka adalah sahabat
terbaik yang pernah ada.
*****
Seharian mengalami ospek yang memalukan, tepat sudah waktunya kami pun pulang kerumah masing-masing. Tetapi hari bahagia itu menjadi hari awal kesedihan yang sangat panjang dan cobaan yang sangat berat. Sesampainya di rumah ku lihat banyak orang berkumpul dan ku lihat ibu sedang panik dan tergesa-gesa untuk pergi
“Bu, ada apa
ini? Kok rame disini?” ibu tak
menjawabku dan pergi begitu saja bersama seorang pemuda yang tak ku kenal dan
bajunya tampak berlumuran darah
“Ada apa bang? Kok rame sekali?”
kembali ku tanya pada seseorang yang juga ada di rumah kami.
“ Tabrakan
bapakmu!” sahut seorang lagi.
“Ha?” tak dapat
ku menyahut lagi, aku panik dan bingung. Aku lemas dan langsung duduk setelah
mendengar kalimat itu.
Mengetahui itu aku pun jadi sedih. Aku
pun bingung, bagaimana mungkin ayah ku bisa mendapat musibah itu.
“Heh. Ngapain lagi di sini, pergi susul
ke rumah sakit!” aku di sadarkan dari lamunanku.
Tanpa perduli dengan
pakaian yang ku kenakan ku campakkan ransel ku dan langsing ikut di bonceng
oleh Rudi.
Di rumah sakit, tak sanggup
aku melihat keadaan ayah ku yang koma. Kata dokter kakinya harus di amputasi
karena telah rusak. Mendengarnya tiba-tiba air mataku jatuh membasahi pipiku.
Aku bingung dengan keadaan ayah yang lumpuh bagaimana mungkin kami dapat
sekolah. Siapa yang harus bekerja ? ibu tidak mungkin dapat berperan ganda. Aku
sedih mengingat bagaimana nanti kami tanpa ayah yangseperti dulu.
Seminggu aku tidak hadir ke
sekolah karena menemani ayah di rumah sakit. Karenanya aku mendapat surat panggilan karena
baru masuk sekolah telah absen. Mengetahui itu aku pun di marahi ayah.
“Toni, ngapain kau sini? Pergi sekolah!”
“gak”
“Plakkk” sebuah tamparan mendarat di
pipiku.
“Apa pulak jawaban mu itu? Kau harus
sekolah , jadi orang sukses. Kau mau nanti kembali seperti aku? Supir angkot,
tetapi sekarang udah lumpuh? Pake otak mu”
Mendengar itu aku keluar
dan pulang kerumah. Aku tidak tahu bagaimana mungkin aku dapat sekolah tanpa
uang, semua sekarang butuh uang, tak ada uang tak ada barang. Jika ingin pintar
butuh uang, ingin sukses butuh modal dan tentu saja uang tetapi atas permintaan
ayah dan ibu ku, aku pun kembali sekolah.
Setahun sudah aku SMA, kini
aku kelas XI, dan di sinilah mulai muncul masalah yang berat dan semakin berat.
Dan di sinilah awal ceritaku yang berakhir bahagia. Awal semester, aku masuk
program IPA sedikit kebanggaan karena dapat di terima pada program IPA. Entah apa yang terjadi pada Ibu, makin hari
dia makin mudah marah. Hampir tiap hari kami di marahi, tak luput juga ayahku.
Sedikit saja salah, maka siap lah kami untuk diomelin.
“Apa ini? Kok berantakan rumah ini? Apa
aja kerja kalian di rumah? Dah masak kalian?”
Ibuku cerewet berpuisi hal yang sama dari
hari-kehari.
“Pranggg” ku dengar suara piring pecah di
dapur.
“TONIIII!!” ibuku mengeluarkan suara
indahnya yang memekakkan telinga.
“Iya ma..
“Prang prung prang tangg teng..” ibu
melempar semua piring di dapur.
“Percuma kalian semua di rumah. Sayur
saja tidak masak. Ngapain aja seharian ha?? Belum ku suruh kalian kerja cari
uang. Tapi Cuma rumah saja tidak beres.” Ibu marah besar pada ku.
Mendengarnya aku hanya
terbisu. Tak sanggup aku melawan. Memang salahku lupa untuk memasak sayur. Ku
lihat ibu pergi keluar, tanpa sengaja anku melihat air mata ibu datang. Aku pun
merasa sangat bersalah. Ku panggil kedua adik ku untuk memasak. Itulah yang
sering terjadi jika ibu pulang dari kerja. Pernah juga kami lupa masak nasi
untuk makan malam. Dan itu membuat kami semua kena hajar oleh ibu.
Dua bulan telah berlalu
semester 1 kelas XI. Dan hari ini adalah hari ulang tahun ibu. Sepulang sekolah
aku membeli kue untuk ibuku nanti malam. Tapi sayang sekali malam ini ibu tidak
pulang ke rumah. Awalnya kami berpikir ibu menginap di rumah seseorang , dan berharap
besok pulang, tetapi hasinya tidak ada, seminggu, 2 minggu, tiga minggu, ibu
tak pulang lagi. Ku tanya orang-orang dimana ibu kerja. Tak satupun mereka yang
tahu.
Dengan keadaan seperti ini,
terpaksa ku sudahi sekolahku, karena aku harus menanggung 3 nyawa sekaligus.
Aku pun bekerja sebagai buruh kasar pabrik yang gajinya tidak seberapa.
Mengetahui keadaanku, Sahabatku Hatisuci dan Ponselwan datang kerumahku.
“Kok berhenti ton?” tanya Ponselwan di
sela keheningan yang terjadi saat itu.
“Hh? Berhenti?”
“Kenapa ton?” timpal Hatisuci kembali.
“Berhenti apa?”
“Sudahlah Ton, tidak usah berlagak bodoh.
Aku kenal kau dari kelas satu kau itu pintar.” Jawab Ponselwan
“hhhhh…” aku menghela nafas dan menatap
mereka, apakah mereka tidak merasakan apa yang kurasakan? Apakah mereka anggap
aku bisa sekolah makan tanpa kerja? Lama kami tak berbicara
“Kami tahu Ton masalahmu. Dan selagi kita
berusaha Tuhan pasti beri jalan keluar.”
Kembali Hatisuci memecah keheningan
“Iya.., tapi kalian tidak rasakan apa
yang ku rasakan. Tidakkah kalian melihat jika aku tidak kerja aku makan dari
mana? Kalian pikir aku bisa sekolah tanpa uang? Kalian memang enak, tinggal
minta sama orangtua berapa pun pasti di kasih… Aku….??” Balas ku.
“Bukan gitu Ton. Kami hanya tidak ingin
kau gagal. Kemampuanmu tidak diragukan lagi.” Balas Ponselwan
Suasana kembali hening,
hanya terdengar suara sayup-sayupan sepeda motor lalu lalang di luar rumah
“Kami mau bantu Ton.” Kata Ponselwan
kembali untuk memecahkan keheningan.
“Emang kalian bisa bantu apa?”
“Banyak.” Timpal Hatisuci
“Contoh?” kembali hening.
“Contohnya mungkin kami bisa bilang orang
tua kami untuk membiayai sekolahmu” jawab Ponselwan
“Aku tidak suka”
“Tidak suka apa?” jawab mereka hampir
bersamaan
“Aku tidak suka di kasih uang begitu
saja.”
“Ayolah ton, kami hanya ingin kau tidak
gagal” balas Hatisuci
“Sudahlah aku harus pergi. Kalo aku
sekolah maka itu harus dari jerih payahku. Bukan dengan pemberian tanpa
alasan.” Kataku sembari berdiri untuk kembali kerja di pabrik yang letaknya
tidak jauh dari rumah.
“Ton. Tolong pikirkan ini.” Kata
ponselwan. Ku balas dengan senyum saja dan pergi meninggalkan mereka. Entah
kenapa mungkin harga diriku terlalu tinggi, sehingga aku menolak kesempatan
emas begitu saja. Apa aku menyesal? Tidak ! Satu-satunya penyesalan ku yang tak
bisa ku lupakan adalah Ibu meninggalkan kami karena kami tak bisa membuatnya
sedikit saja tersenyum. Tapi apa daya, Ibu sudah pergi entah kemana. Menagis
pun belum tentu dia datang melihat kami anak-anaknya yang telah membuatnya menangis.
Besoknya lagi, Hati suci
kembali datang bersama Ponselwan, dan sama seperti sebelumnya untuk kembali
sekolah. Dan tetap saja aku menolak dengan mentah, begitu selanjutnya hingga 2
bulan berlalu, mereka masih tak jenuh-jenuhnya mengjak ku. Kadang aku melarikan
diri agar tak terlihat oleh mereka.
Tepat awal liburan semester
ganjil mereka kembali datang,tetapi kali ini cara mereka berbeda. Mereka
menawarkan ku sebuah pekerjaan tapi asal aku kembali sekolah. Dan pekerjaan itu
sebagai pekerja part-time di Toko milik ayah Ponselwan. Gajinya lumayan untuk
biaya hidup dan pendidikanku beserta 2 adik ku. Tapi satu hal yang tak ku
mengerti kenapa mereka begitu peduli dengan ku??
Satu bulan bekerja part-time sebagai kasir, aku pun
mulai jenuh di bidang pelajaran. Terlebih lagi aku ketinggalan 1 semester
pelajaran. Tapi beruntungnya aku memiliki mereka, sambil menjaga toko, Hatisuci
dan Ponselwan bergantian datang menemaniku sambil mengajariku pelajaran yang
tertinggal selama 1 semester lalu. Minggu berlalu bulan berganti tahun,hingga
kini kami kelas XII. Besok kami akan mengikuti ujian SNMPTN, ini adalah ujian
untuk masuk perguruan tinggi negri, tapi untuk ku ini adalah ajang untuk
membuktikan kalo teman-teman ku tak sia-sia mengajariku dan membriku harapan.
Aku yakin aku bisa!!
****
TONI……………….. Lulus FTTM ITB
Ku
lihat pengumuman itu, tak sanggup aku bergerak, semua terasa kaku, ku lihat
semua wajah itu wajah bahagia, tapi tak ada yang sebahagia aku. Sekarang aku
tahu arti cobaan yang datang menyapaku beberapa tahun lalu. Saat ayah
kecelakaan, ibu pergi, dan putus sekolah 1 semester. Di balik semua itu Tuhan
masih mengirim malaikatnya dalam wujud manusia. Ya merekalah sahabatku
teman-temanku yang selalu ada untukku. Ingin aku mengucapkan terimakasih kepada
mereka. Tapi kami berpisah dan kuliah di tempat kuliah masing-masing. Meski
kami jauh tapi kami selalu dekat. Begitu juga dengan ibu. Ibu pasti bagga
melihatku.
“Aku tidak pernah tahu apa yang membuat
ku hidup sampai hari ini. Aku tidak tahu apa yang membuatku mampu tersenyum
hari ini. Semua yang telah berlalu tentang sedih luka dalam yang ku terima
telah menjadikan ku orang yang kuat. Aku tidak pernah tahu apa yang membuatku
bisa tertawa bahagia sementara air mata ini mengalir.
Tapi satu hal ku tahu ini hari paling
indah yang pernah ada dalam hidupku. Teman ku sahabatku, mereka adalah malaikat
yang datang untuk memberiku harapan hingga aku bisa seperti ini.
Sahabat selalu ada
untukku."